Amalan Paling Utama
Pada satu momen majlis di Madinah, sekelompok manusia dari umat Islam menanyakan tentang amalan yang paling dicintai Allah, dan bertekad akan mengamalkannya.
Maka Allah Subhanahu Wata’ala mengabarkan perihal tersebut kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, bahwasanya amalan yang paling dicintai-Nya adalah berjihad fisabilillah.
Muhammad bin Jarir at-Thabari (w.310 H) meriwayatkan dalam tafsirnya, Ibnu Abbas berkata: dahulu sebelum diwajibkan jihad, sebagian orang-orang beriman berkata: “Kami berharap Allah memberitahu kami amal yang paling Dia cintai agar kami dapat menjalankannya.”
Namun setelah Allah memberitahu mereka bahwa amal yang paling Dia cintai adalah jihad, ternyata mereka enggan melakukannya dan merasa berat untuk menjalankan perintah-Nya itu.
كره ذلك أناس من المؤمنين وشق عليهم امره. (ابن جرير الطبري، تفسير الطبري)
Maka kemudian Allah menurunkan ayat 2-3 dari Al-Qur’an Surah al-Shaff (61):
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)
Imam Al-Qurthubi (w.1273 M), dalam tafsirnya menyebutkan: diriwayatkan bahwa sekelompok sahabat menyatakan sekiranya kami mengetahui hal tersebut, sungguh kami akan membelinya dengan harta, diri dan keluarga kami.
Dalam riwayat lain disebutkan, لعملناه, sungguh kami akan amalkan, maka Allah menurunkan ayat sabbahlillahi hingga khatam (QS. 61).
Maka kemudian, lanjut Al-Qurthubi dalam tafsirnya, al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, فابتلوا يوم أحد ففروا , mereka diuji dengan perang Uhud (3h.), yang kemudian menyebabkan mereka kocar-kacir.
Konteks peristiwa inilah ayat di atas diturunkan. Yaitu keterangan jawaban atas jihad di jalan Allah SWT, sebagai amalan yang paling dicintai Allah SWT. Bukan konteks yang lain.
Bahwa, pada konteks tersebut, jihad itu tidak hanya di ucapan, meski kemudian ada tekad untuk mengamalkannya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (٦١:٢)
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (QS.61:2)
Hatta punya azzam untuk membelinya dengan harta, jiwa, juga belum dianggap hingga ia masuk dalam kategori jihad yang sesungguhnya. Diamalkan tanpa rasa benci dan dilaksanakan secara shaffan, ibarat bangunan yang kokoh.
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (٦١:٣)
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (QS.61:3)
Bahwa konteks ancaman kaburo maqtan, adalah ucapan dan tekad jihad dengan harta dan jiwa, tapi kemudian tidak diamalkan dengan konsekuensi jihad yang rapi, terorganisir dan kokoh.
Karena berjihad saja belum cukup, tapi mensyaratkan pola komando yang terorganisir seperti sebuah bangunan.
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ (٦١:٤)
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (QS.61:4)
Maka benar sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam tentang amalan yang paling utama.
عن أبي ذر قال: قلت: يا رسول الله، أي الأعمال أفضل؟ قال:الإيمان بالله، والجهاد في سبيله.
Dari Abu Dzar berkata: saya berkata, wahai Rasulullah, amalan apa yang paling utama? Rasulullah menjawab: beriman kepada Allah dan berjihad di jalan-Nya. (HR. Bukhari Muslim).
Pada akhirnya, kita pun juga memahami bahwa para sahabat, sebagai manusia biasa tentu sangat manusiawi atas apa yang dirasakannya. Apatah lagi dalam peristiwa Uhud, dimana begitu banyak para sahabat yang wafat, dan kaum muslimin sendiri memang menelan kekalahan pada perang tersebut.
Ini adalah jihad, amalan yang taruhannya bukan hanya harta, tapi jiwa dan keluarga. Sehingga nilainya pun sangat tinggi di sisi Allah SWT. */Azhari