Idul Fitri: Merawat Kembali Pakaian Takwa

TAHUN ini, Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1441 Hijriyah jatuh pada hari Ahad, 24 Mei 2020.

Bunyi bedug adzan maghrib bersamaan dengan terbenamnya matahari, kemarin sore, menjadi akhir pertemuan kita dengan Ramadhan 1441 Hijriyah. Perpisahan yang mesti dimaknai dengan sikap dan keyakinan akan terhentinya keutamaan keutamaan yang berlipat ganda di bulan tersebut. Selanjutnya, kita memasuki fase waktu berikutnya yang telah ditentukan oleh Allah Subhanahu Wata’ala.

Visi besar Ramadhan adalah meraih predikat takwa. Dan orang-orang yang telah melewati fase tarbiyah Ramadhaniyah tersebut, diharapkan sukses dalam menggapainya.

Selama 30 hari, kita ter-sibghah dengan spirit dan motivasi ibadah yang begitu kuat. Kecenderungan untuk melakukan amaliah ubudiyah dan taqarrub ilallah sangat tinggi, karena tawaran tawaran istimewa yang tersedia di bulan agung penuh maghfirah.

Kita bangun untuk makan sahur, karena di sana ada keberkahan beserta anjuran untuk memohon ampun.

(تسحروا فإن في السحور بركة. (متفق عليه

(ويستغفرون بالأسحار… |… وبالأسحارهم يستغفرون… (الآية

Siang harinya, dilanjutkan dengan menahan diri dari makan minum, dan segala larangan pembatal dalam ibadah puasa. Dimulai dari terbitnya fajar shadiq adzan subuh, hingga terbenamnya matahari.

Bagi yang menunaikan karena dorongan keimanan dan rasa harap berbalas pahala dari Allah, maka tersedia pengampunan dosa yang telah lalu.

من صام رمضان إيماناً واحتساباً غفر له ما تقدم من ذنبه (متفق عليه)

Malam harinya pun demikian. Berdiri menghadap Allah di awal malam, atau di seperduanya, dan atau bahkan di sepertiganya. Dilakukan bersama sama, berjamaah, untuk qiyamullail.

Selanjutnya ditutup dengan munajat syahdu kepada-Nya, saat tawaran pengabulan doa dan permintaan, dibuka selebar-lebarnya, seluas-luasnya. Tidak berhenti sampai di sini. Ia berlanjut lagi dengan janji penghapusan kesalahan yang juga telah lalu.

(من قام رمضان إيماناً واحتساباً غفر له ما تقدم من ذنبه (متفق عليه

Beralih ke aktifitas lain, yaitu membaca al-Qur’an. Nyaris seluruh waktu, kita jadikan momentum untuk tilawah al-Qur’an. Kemana-mana kita bawa mushaf, agar kesempatan untuk membacanya terus ada dan bertambah. Bahkan, kegiatan yang paling banyak menyita waktu kita di bulan tersebut, adalah qiraatul Qur’an. Tadarus sebanyak banyaknya, khatam al-Qur’an sesering seringnya, murojaah semaksimalnya, serta tadabbur sekuat-kuatnya.

Sebab, memang bulan ini adalah syahrul Qur’an. Dinamai demikian, karena Allah memilih untuk menuzulkannya pada saat itu, baik secara keseluruhan, maupun secara bertahap. Keseluruhan dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul Izzah, langit dunia. Dan secara bertahap dari langit dunia kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, lewat perantara malaikat Jibril alaihissalam, yang dimulai di malam 17 ramadhan di Gua Hira’, sekaligus “SK” pengangkatan beliau menjadi penyampai risalah ilahiyah untuk kaffatan linnas wa rahmatan lil’alamin.

(شهر رمضان الذي أنزل فيه القرآن هدى للناس وبينات من الهدى و الفرقان… (٢:١٨٥

(إنا أنزلناه في ليلة القدر. (القدر: ١)

Kebaikan tambahan lainnya adalah berbuka puasa. Selama orang menyegerakan diri untuk membatalkan puasa, saat adzan maghrib berkumandang, maka selama itu pula ia akan senantiasa berada dalam naungan kebaikan Allah.

(لا يزال الناس على خير ما عجلوا الفطر (رواه البخاري

Bahkan, bagi orang yang berpuasa, memiliki 2 masa kebahagian. Pertama, saat ia berbuka, kedua, ketika ia berjumpa dengan Rabbnya.

(للصائم فرحتان، فرحة عند فطره، وفرحة عند لقاء ربه. (متفق عليه

Kebaikan dan keberkahan saat berinfak di bulan ini, juga menjadi motivasi yang sangat besar bagi manusia.

Ibadah wajib dilipatgandakan berpuluh puluh kali. Ibadah sunnah, ganjarannya seperti ibadah ibadah wajib ketika di bulan penuh karunia ini.

Pintu surga dibuka. Pintu neraka ditutup. Para syaitan diikat dan dibelenggu. Artinya, bulan Ramadhan, adalah momentum untuk mengerjakan amal shaleh yang sebesar-besarnya dan sebanyak-banyaknya, tanpa henti.

Belum lagi pahala puasa yang langsung diganjar oleh Allah Subhanahu Wata’ala, karena perbedaan amalan anak keturunan Adam. Semua amalannya, untuknya, kecuali puasa. Itu menjadi hak prerogatif Allah.

(قال الله : كلُّ عملِ ابن آدمَ له إلا الصيام؛ فإنه لي وأنا أجزي به. (متفق عليه

Juga satu yang spesial, yaitu pintu khusus di surga, bernama ar-Royyan. Hanya dimasuki orang-orang yang berpuasa.

إِنَّ فِى الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ ، فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ ، فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ. (متفق عليه

Puncaknya adalah, Allah anugerahkan satu malam, di 10 hari terakhirnya, sebuah malam yang lebih baik dari 1.000 bulan. Bagi siapa yang mencarinya, kemudian menghidupkan malamnya dengan taqarrub dan munajat kepada Allah. Ia kencangkan ikat pinggangnya. Ia bangunkan keluarga untuk terlibat bersama sama, menggapanya, maka pahala dan ganjarannya, lebih besar dari ibadah yang dilakukan 1.000 bulan lamanya.

Seluruh rangkaian ibadah Ramadhan di atas, dari awal, saat ia sahur, berpuasa di siang hari, qiyamullail di malam jari, tilawah al-Qur’an di hampir seluruh waktu, fadhilah bersegera berbuka, pahala berlimpah saat berinfak, hingga berlanjut mencari lailatul qadr fil ‘asyril awaakhir.

Kesemua itu, kalau kita renungi, sejatinya mengarahkan seorang hamba kepada derajat ketakwaan. Secara bertahap dan tanpa kita sadari, amalan-amalan yang disebutkan di atas adalah amalan yang menghantarkan seseorang menjadi orang-orang yang bertakwa. Coba kita perhatikan ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan ciri orang bertakwa. Lengkap sebagai sebuah kurikulum di madrasah Ramadhan.

Pribadi dengan sikap dan kecenderungan untuk menjalankan perintah Allah dan menjuhi segala larangan, semua terkumpul saat seseorang itu berada di bulan Ramadhan. Maka wajar dan sangat masuk akal, kalau kita katakan, bahwa Ramadhan adalah kendaraan yang mampu membawa kita untuk sampai kepada maqam indallahi atqokum.

Inilah hakikat dan hikmah pensyariatan puasa; mencetak hamba yang bertakwa. Dan proses tarbiyahnya dilakukan di bulan mulia tersebut.

Dengan Ramadhan, sejatinya Allah memberi wasilah kepada kita semua agar dapat meraih takwa.

Oleh karena itu, hari kemenangan ini, 1 Syawal, baju takwa itu kemudian kita gunakan untuk mengarungi samudera problemantika kehidupan dunia yang sangat panjang.

Inilah pakaian yang kita kenakan hari ini; pakaian takwa. Pakaian sejati di kala semua umat Islam kembali pada kemenangan dan fitrah penciptaannya, yaitu Idul Fitri.

Pakaian yang kainnya kita tenun selama 30 hari lamanya lewat proses yang dahsyat. Benang-benangnya telah kita susun secara rapi dan elok, agar tercipta model yang pas untuk membalut noda khilaf dan dosa jasad tubuh kita.

Semua hilang hari ini. Semua lenyap tak nampak. Semua raib tak berbekas. Atas izin Allah, semua putih suci, seperti bayi baru lahir ke bumi.

Inilah pakaian terbaik seorang Mukmin; libasut taqwa. Pakaian yang tidak akan pernah usang dipakai. Pakaian yang selamanya memberi maslahat ketika menempel di badan seorang hamba.

Kalau pakaian fisik hanya bersifat sementara, maka pakaian maknawi ini, tak lekang oleh zaman. Selamanya abadi untuk kebahagiaan hakiki.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

(يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَٰرِى سَوْءَٰتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ ٱلتَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ. (٧:٢٦

Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. (QS. Al-A’raf: 26)

Oleh karena itu, mari kita jaga dan rawat pakaian istimewa ini, hasil karya di bulan Ramadhan.

Tapi kemudian, jangan sampai sebaliknya. Pakaian jadi tadi, yang kainnya telah kita pintal bersusah payah, bertungkus lumus, dengan sekejap kita urai kembali bersamaan dengan berlalunya bulan Ramadhan.

Alangkah ruginya kita. Satu persatu benang itu telah terpola menjadi rajutan yang indah, kemudian dalam waktu singkat, kembali menjadi benang yang kusut, tak dapat dibentuk. Ibarat seorang perempuan yang memintal kainnya kemudian diurai kembali.

(وَلَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّتِى نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنۢ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَٰثًا. (النحل: ٩٢

Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali. (QS. An-Nahl: 92)

Semoga di hari kemenangan ini, kita semua memakai pakaian takwa, pakaian terbaik seorang Mukmin, dan kita jaga selamanya. Aamiin…* (Azhari)

Leave a Comment