Kasus Jilbab dan Perang Bani Qainuqo

Kasus Jilbab dan Perang Bani Qainuqa

Bani Qainuqa adalah sebuah perkampungan komunitas Yahudi di Madinah. Memang saat itu mereka dapat ijin tinggal di Madinah sesuai dengan langkah politik rahmatan lilamin yang dilakukukan Nabi Saw melalui Piagam Madinah yang disepakati sebagai perjanjian hidup bersama.

Rasulullah dan kaum muslimin tentu benar-benar melaksanakan isi perjanjian dan tidak ada satu hurufpun dari teks perjanjian itu yang dilanggar. Tetapi orang-orang Yahudi yang lebih dulu melumuri lembaran sejarah mereka dengan pengkhianatan dan pelanggaran janji, Tabiat lama dan watak asli merekapun muncul dengan mengadakan tipu daya, konspirasi dan menimbulkan keresahan dan keguncangan di barisan orang-orang Muslim.

Salah satu keresahan dan kedzaliman yang mereka lakukan adalah dikisahkan bahwa kumpulan orang-orang Yahudi mengganggu wanita-wanita muslimah yang datang ke pasar, mengolok, menghina sampai kepada tindakan yang amoral yaitu menarik paksa jilbab wanita muslimah tersebut sampai lepas dan tersingkaplah uaratnya.

Merasa harga dirinya diinjak-injak, wanita muslimat tersebut berontak sambil teriak meminta pertolongan dan perlindungan. Didengarlah oleh seorang laki-laki muslim dan segera datang memberikan pertolongan lalu terjadi perkelahian akhirnya laki-laki yang membela perempuan muslimah tadi terbunuh (syahid).

Kejadian ini terdengar di seantero Madinah dan kabarnya sampai kepada Rasulullah. Sontak mengundang kemarahan Nabi dan segera menyiapkan pasukan yang akan diberangkatkan dan dipimpin langsung oleh Nabi sendiri. Berangkatlah Nabi dan pasukannya ke perkampungan Bani Qainuqa yang dalam satu riwayat berjumlah 350 orang, sementara kepemimpinan Madinah diserahkan kepada Utsman bin Affan.

Tidak butuh waktu lama, pasukan Rasulullah sesampainya langsung mengepung perkampungan Bani Qainuqa yang dihuni oleh orang-orang Yahudi. Tidak ada perlawan yang berarti, saat pasukan muslim menghabisi mereka tiba-tiba Abdullah bin Ubay bin Salul maju mendekati Rasulullah saw untuk bermaksud meminta pengampunan.

Tokoh munafik yang baru satu bulan masuk Islam tersebut berhasil membujuk Rasulullah Saw dengan syarat mereka pergi sejauh-jauhnya, keluar dari Madinah dan merekapun mengungsi ke wilayah Syam. Dan sejak saat ini Yahudi tidak boleh lagi tinggal di Madinah akibat ulah mereka sendiri.

Pelajaran yang dapat diambil bahwa Jilbab adalah bagian dari syariat dan izzah Islam, Tidak heran jika pengorbanan, nyawa dan perang menjadi taruhannya demi menjaga kemuliaan Islam dan harga diri seorang muslimah, Rasul dan para sahabat telah memberikan contoh pembelaan itu.

Jika kita hubungkan dengan konteks keindonesiaan, satu kasus yang baru-baru saja terjadi dan menjadi berita panas dunia pendidikan adalah seorang siswi yang beragama Kristen dipaksa mengenakan jilbab di SMK2 Negeri Padang.

Sederhana sebetulnya melihat kasus ini tanpa harus memainkan isu agama dan intoleran yang lagi-lagi arahnya pasti ke agama tertentu (Islam). SMK 2 Negeri Padang merupakan Sekolah yang sepenuhnya dikelola oleh pemerintah yang seharusnya selesai dengan meminta klarifikasi dan pertanggungjawab pihak Sekolah oleh kementerian terkait kenapa dan bagaimana hal itu bisa terjadi.

Tapi mungkin karena sensitifnya masalah tersebut, tiga “pendekar” kabinetpun turun gunung dan menyepakati produk baru yaitu SKB 3 Menteri (Kemendikbud, Kemenag dan Kemendagri) tentang pemakaian seragam di sekolah.

Setelah saya baca isi lengkap dari SKB tersebut, secara dzahir hanya mengatur Sekolah yang dikelola oleh Pemerintah daerah (negeri) tapi tidak menutup kemungkinan juga bagi sekolah swasta umum yang di dalamnya ada siswa dari berbagai latar agama.

Semoga SKB di atas tidak menyasar kepada lembaga pendidikan Islam seperti Sekolah Islam, Madrasah dan Pesantren. Karena kalau itu yang terjadi maka kami siap menyatakan “perlawanan” dan pembelaan untuk mempertahan nilai-nilai Islam tersebut.
Allahu a’lam.

*) Mohammad Ramli, Ketua STIT Hidayatullah Batam

Bahan bacaa:
Al-Mubarakfuri, Siroh Nabawiyah
Ahmad Hatta dkk, The Great Story Of Muhammad
Prof. Dr. Muhammad Sameh Said, Muhammad Sang Yatim

Leave a Comment