Masa Depan Pendidikan Nasional Pasca Pandemi Covid-19

PENDIDIKAN merupakan corak utama keberhasilan suatu bangsa. Pada proses pendidikanlah harapan-harapan besar peradaban dunia terletak. Sejarah telah mencatat, keberhasilan suatu kaum ditentukan oleh seberapa jauh pendidikan menjadi prioritas di antara mereka.

Kita pasti tahu, bagaimana hancurnya Jepang ketika peristiwa pengeboman Hiroshima dan Nagasaki (6 dan 9 Agustus 1945) melumpuhkan negeri Sakura tersebut dari segala sisi. Namun dalam kurun waktu yang relatif singkat, Jepang mampu berdiri dan menjadi salah satu negara yang diperhitungkan dunia.

Kita juga tahu, bagaimana peradaban Islam berabad-abad silam mampu melengserkan dua peradaban besar dunia saat itu (Persia dan Romawi), juga dengan waktu yang singkat. Tentu saja keberhasilan – keberhasilan tersebut berawal dari perhatian besar kepada pendidikan (dimensi ilmu).

Pandemi Covid-19 yang melanda dunia saat ini, telah menyita perhatian serta membawa dampak besar kepada proses pendidikan. Hal tersebut juga telah diakui Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO). Dilansir dari Detiknews.com, pada Kamis (05/03/2020), menyatakan bahwa wabah virus corona telah berdampak terhadap sektor pendidikan. Hampir 300 juta siswa terganggu kegiatan sekolahnya di seluruh dunia dan terancam hak-hak pendidikan mereka di masa depan. Bahkan sehari sebelumnya, 13 negara, termasuk China, Italia, dan Jepang telah menutup sekolah-sekolah diseluruh penjuru negeri untuk menghentikan penyebaran virus tersebut. Lebih dari 233 juta siswa tidak sekolah karena virus.

Beberapa universitas dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya telah memberhentikan sementara aktivitas pendidikannya. International Islamic University Malaysia (IIUM) misalnya, memutuskan untuk menunda perkuliahan sebagai antisipasi pencegahan penyebaran virus. Sementara negara-negara seperti China, Jepang, dan Korea juga turut memperpanjang libur perguruan tingginya.

Di Indonesia sendiri, total kasus positif corona hari ini telah mencapai 13.112 orang. Dengan bertambahnya penderita ini, maka efek negatif terhadap sektor pendidikan juga bertambah besar.

Keputusan pemerintah, pada maret lalu, yang mendadak meliburkan atau memindahkan proses pembelajaran dari sekolah/madrasah/pesantren menjadi di rumah (stay at home), membuat kelimpungan banyak pihak.

Ketidaksiapan para akademisi pendidikan merupakan salah satu faktor utama keresahan dalam menangani pendidikan ditengah wabah Covid-19 ini. Walau pemerintah telah memberikan alternatif solusi penanganan syarat kelulusan siswa, tetap saja, peralihan teknis pembelajaran menggunakan media teknologi dan internet masih memiliki banyak hambatan. Seperti penguasaan teknologi yang masih rendah, keterbatasan sarana dan prasarana, jaringan yang tidak memadai, serta biaya pembelian kuota.

Meskipun begitu, beberapa guru yang mengajar di daerah-daerah terpencil seperti perbatasan yang notabene tidak mampu menggunakan jaringan internet, berusaha tetap memaksimalkan pembelajaran dengan menggunakan sarana yang ada. Contohnya Guru SD Negeri 09 Sanggau, Kalimantan Barat, Titis Kartikawati, bercerita di wilayahnya masih banyak blank spot, sehingga tidak ada akses internet. Akhirnya, ia dan kawan-kawan komunitas guru di Sanggau berinisiatif untuk melakukan pembelajaran melalui radio yang mampu dijangkau ke seluruh penjuru Sanggau. Menurutnya, selain mudah, program pembelajaran seperti ini juga memakan sedikit biaya bagi murid-muridnya yang rata-rata orang tua mereka hanya bekerja sebagai buruh tani, pekerja sawit, dan pedagang sayur.

Pandemi Covid-19 telah membawa pendidikan di dunia pada garis awal pendidikan dengan sistem yang baru. Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Henry Kissinger, mengatakan bahwa dunia tidak akan pernah lagi sama setelah pandemi virus corona dan ketika penanganan virus ini gagal, maka kita semua akan menuju pada kehancuran. Melansir CGTN, Senin (06/04/2020).

Pada Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) lalu, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) juga menyebutkan, pendidikan Indonesia harus segera beradaptasi dengan kondisi ‘New Normal’. Kata Ketua Umum PGRI, Unifah Rosyidi melalui siaran pers kepada Medcom.id, (Sabtu, 2 Mei 2020), mengatakan bahwa ke depannya, kebiasaan lama dalam melaksanakan pendidikan tidak dapat lagi dijadikan patokan oleh karena perubahan dunia yang begitu cepat. Menurutnya, akan ada banyak penyesuaian yang harus dilakukan dunia pendidikan Indonesia. Mulai dari pelaksanaan pembelajaran, termasuk pelatihan-pelatihan kemampuan untuk para pendidik. Ia menambahkan pandemi ini juga menyadarkan kita agar terus adaptif terhadap perubahan. Kemauan belajar dalam situasi apa pun, merupakan kunci agar pendidikan dapat terus berjalan dengan baik.

“Madrasah Pertama dari Keluarga”

Lantas, sistem pendidikan seperti apa yang harus kita siapkan dalam menyongsong dunia “New Normal” pasca Covid-19 berakhir?

Pertama, sebelum menentukan konsep, kita perlu merencanakan, menguji, dan melihat peluang pendidikan untuk kemudian direfleksikan dan dikaji sehingga kita mampu memaksimalkan potensi-potensi pendidikan yang ada.

Maraknya penggunaan teknologi untuk melansungkan pembelajaran selama wabah Covid-19, misalnya, merupakan salah satu perkara yang dijadikan pertimbangan-pertimbangan banyak lembaga atau institusi untuk strategi perencanaan pendidikan yang matang serta meningkatkan kualitas pendidikan agar semakin membaik ketika virus berakhir. Apalagi di tengah ketidakpastian kapan wabah tersebut akan mereda, semakin menuntut para pembuat kebijakan privat maupun publik, khusunya dalam sektor pendidikan, untuk berusaha menyiapkan inovasi baru menyambut perubahan dunia yang begitu cepat.

Kecanggihan teknologi informasi memang telah berhasil mengubah cara kita dalam memperoleh wawasan, terutama yang berkaitan dengan pendidikan. Apalagi semua orang menyadari bahwa di tengah pandemi Covid-19, media menjadi salah satu sarana yang kita perlukan dan semestinya wajib dimiliki setiap orang yang memiliki kepentingan memperoleh informasi. Baik pengetahuan pembelajaran, atau sekadar mengamati perkembangan dunia hari ini.

Namun di samping manfaat kegunaan media untuk proses pembelajaran, sejumlah pihak juga menganggap bahwa meski hari ini sistem daring mampu meminimalisasi potensi penyebaran, juga memiliki dampak negatif bagi siswa. Dilansir dari Tirto.id, pada senin (16/03/2020), Ahmad, salah satu orang tua murid di Bandung, mengatakan belajar di rumah -dengan memaksimalkan teknologi- tidak begitu efektif. Seringkali, anaknya kesulitan menjawab soal-soal dari guru dan mesti belajar secara mandiri. Jika tidak mampu, ia akan memanfaatkan Google untuk mencari informasi, yang tentu saja sulit diverifikasi guru apakah sumber yang ia pakai kredibel atau tidak.

Kedua, diperlukan adanya strategi-strategi yang mampu mendobrak peluang persaingan pendidikan dunia masa depan.

Lembaga pendidikan, harus mampu memprogramkan dan memberikan pendidikan terbaik dari proses pembelajaran, hingga proses kelulusan, dari start hingga finish, dari input, pelatihan, hingga output sehingga mutu proses dan pelaksanaan pendidikan meningkat dan mampu memberikan dampak bagi perwujudan eksistensi manusia, serta kehidupan bersama dalam keberagaman sosial, agama dan budaya dengan rukun. Selain itu, manfaat yang paling urgen adalah upaya meningkatkan mutu juga berdampak pada peningkatan daya saing bangsa.

Di masa mendatang persaingan akan menjadi hal yang utama. Dan tentu saja, siapa yang unggul dan mampu bersaing, maka merekalah yang pantas maju ke depan untuk mengisi peluang, jika kita tidak mampu menyusun strategi-strategi pendobrak, maka bangsa kita akan tertinggal jauh di belakang.

Ketiga, memaksimalkan peran stakeholder untuk saling membahu dan bekerja sama dalam menyiapkan reformasi pendidikan pasca Covid-19.

Meyakini paradigma yang menyatakan bahwa, “madrasah pertama dimulai dari keluarga”, maka seluruh orang tua penting untuk menanamkan paradigma ini dikepala masing-masing. Pembentukan awal karakter anak bangsa sebagai generasi penerus yang akan melanjutkan persaingan masa depan adalah pondasi utama keberhasilan pendidikan, orang tua harus menjadi pendidik yang paham pentingnya nilai pendidikan untuk masa depan anak, juga masa depan bangsa.

Selanjutnya peran guru, sekolah, serta pemerintah juga menentukan. Guru sebagai pendidik kedua harus mampu memfungsikan diri sebagai pembina, pembimbing, pengarah, dan soluter di samping fungsinya untuk mentransfer ilmu.

Sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan juga harus mampu mengantisipasi perubahan peradaban manusia dari waktu ke waktu. Metode pembelajaran manual dan konvensional sepertinya perlu dipertimbangkan kembali melihat ketertarikan belajar secara daring meningkat pesat.

Terakhir, peran pemerintah sangat penting dalam menentukan kebijakan terkait sistem pendidikan secara nasional dengan mempertimbangkan masyarakat global secara menyeluruh. Sebab mau atau tidak, Indonesia dituntut untuk mengikuti tren yang sedang berlansung jika tidak ingin tertinggal.

Bagaimanapun, setiap perubahan peradaban akan memberikan dampak yang besar bagi pendidikan. Bergesernya perilaku manusia yang semakin menginginkan kehidupan instan, menuntut perubahan pola pada setiap sisi dan tingkat kehidupan, termasuk pendidikan. Semenjak imbauan belajar dari rumah, dan penggunaan teknologi informasi dalam keberlangsungan pembelajaran, sejak saat itu pula pola pendidikan kita mengalami perubahan yang cukup dinamis dan tidak menutup kemungkinan setahun, dua tahun yang akan mendatang akan terjadi perubahan sistem dalam skala besar.

Karena itu, perlu adanya persiapan yang matang dalam menyambut reformasi pendidikan pasca Covid-19 usai. Bahkan digambarkan, setelah pandemi tersebut berakhir, orang-orang akan lebih memilih untuk mengerjakan segala hal dari rumah saja, mengingat semua bisa dilakukan dengan teknologi yang semakin canggih serta adanya jaringan internet yang memadai.

Jika kita berhasil memperhatikan dan mengupayakan tiga hal di atas, maka kualitas pendidikan masa depan akan terealisasi secara optimal dan akan menciptakan generasi yang cerdas berkarakter serta berdaya saing secara internasional yang siap menerima perubahan dalam kondisi apapun.* Rahmania, mahasiswa STIT Hidayatullah Batam

(Artikel ini meraih juara favorit 1 dalam lomba penulisan essay “Ramadhan Produktif di Tengah Covid-19” yang diadakan Stafsus Presiden Bidang Pesantren, diikuti 3.000 peserta)

Leave a Comment