Menggapai Lailatul Qadar dan Meraih Predikat Taqwa

Oleh Azhari Tammase

KINI, kita telah sampai pada 21 Ramadhan 1443 H (23/4/2022), untuk memasuki detik-detik krusial, ending Ramadhan kita, 10 hari terakhir. Ibarat babak final, inilah fase akhir kompetisi tersebut: bagaimana menggapai Lailatul Qadr.

Karena itu, perjuangan besar seharusnya diakukan ketika berada di penghujung amalan. Termasuk ketika di penghujung Ramadhan.

Al-Hafidz Ibnu Rajab (w.1393) berkata:

“يا عباد الله إن شهر رمضان قد عزم على الرحيل ولم يبق منه إِلّا قليل فمن منكم أحسن فيه فعليه التمام ومن فرط فليختمه بالحسنى.”

“Wahai para hamba Allah, sungguh bulan Ramadhan ini akan segera pergi dan tidaklah tersisa waktunya kecuali sedikit. Karena itu, siapa saja yang telah beramal baik di dalamnya hendaklah dia menyempurnakannya dan siapa saja yang telah menyia-nyiakannya hendaklah ia mengakhirinya dengan yang terbaik.”

Nabi shalallahu alaihi wasallam memberi contoh sikap dan respon ketika berada di fase ini. Yaitu, adanya mujahadah yang berlebih, kesungguhan yang bertambah, dan tekad, serta mental kesiapan diri untuk lebih maksimal.

Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu anha:

كان النبي يجتهد في العشر الأواخر ما لا يجتهر في غيره. (رواه مسلم)

“Adalah Nabi shalallahu alaihi wasallam sangat bersungguh-sungguh di 10 hari terakhir, apa yang tidak dilakukan di waktu lainnya.” (HR.Muslim)

Dalam riwayat lain disebutkan:

عن عائشة رضي الله عنها أنها قالت: كان النبي إذا دخل العشر شد مئزره، وأحيا ليله، وأيقظ أهله.

Dari Aisyah ra, bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam, ketika masuk 10 hari terakhir, ia kencangkan ikat pinggangnya, ia hidupkan malamnya, dan ia bangunkan keluarganya. (HR. Bukhari-Muslim)

Kata Ibnu Hajar Al-Asqalani (w. 1449), ahya lailahu, bermakna begadang yang diisi ketaatan (sahirahu bit tha’ah). Sedangkan menurut Imam an-Nawawi (w. 1277), begadang dengan shalat lail dan selainnya.

وقال النبي صلى الله عليه وسلم : من قام ليلة القدر إيمانا واحتسابا ، غفر له ما تقدم من ذنبه. (رواه البخاري ومسلم)

Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa yang bangun berdiri di malam Lailatul Qadr karena iman dan mengharap balasan, niscaya diampuni dosanya yang telah lampau.” (HR. Bukhari-Muslim)

Oleh karenanya, Lailatul Qadr mesti dicari. Mencarinya pun di 10 hari terakhir. Caranya dengan dihidupkan malamnya dengan taqarrub kepada Allah, sebagaimana nabi saw contohkan: qiyamullail, baca Al-Qur’an, dzikir, doa, munajat dan selainnya.

Lailatul Qadr tidak mungkin didapat dengan tidur. Tidak juga didapat di pusat pusat perbelanjaan dan tempat keramaian lainnya saat menjelang lebaran. Apatah lagi waktunya memang sangat singkat, usai shalat Isya sampai terbitnya fajar.

فقال عليه الصلاة والسلام :التمسوها في العشر الأواخر من رمضان ،التمسوها في كل وتر.

“Carilah ia di 10 hari terakhir, bahkan carilah di malam yg ganjil”, sebut Nabi saw memberi keterangan. Betapa beruntungnya orang yang mendapatkan malam kemuliaan tersebut. Malam yang lebih baik dari 1000 bulan, khairun min alfi syahr.

Seorang hamba beribadah 1000 bulan lamanya. Ia ikhlas, khusyu, fokus taqarrub, dan amalan itu diterima oleh Allah. Ternyata, itu lebih baik bagi hamba yang mendapatkan Lailatul Qadr, di malam tersebut.

Ibnu Jarir at-Thabari berkata:

عن مجاهد قال: كان في بني إسرائيل رجل يقوم الليل حتى يصبح، ثم يجاهد العدوّ بالنهار حتى يُمْسِيَ، ففعل ذلك ألف شهر، فأنـزل الله هذه الآية: ( لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ ) قيام تلك الليلة خير من عمل ذلك الرجل

Dari Mujahid (w.104 H, murid Ibnu Abbas ra.) berkata: seorang hamba dari Bani Israil qiyamullail hingga pagi, kemudian berjihad melawan musuh di siang hari hingga sore, dan ia lakukan itu selama 1000 bulan lamanya. Maka Allah menurunkan ayat “lailatul qadr lebih baik dari 1000 bulan”. Bahwasanya: qiyam (ibadah) di lailatul qadr lebih baik dari seorang hamba tadi. (Tafsir At Thabari)

وقيل : إن العابد كان فيما مضى لا يسمى عابدا حتى يعبد الله ألف شهر ، ثلاثا وثمانين سنة وأربعة أشهر ، فجعل الله تعالى لأمة محمد – صلى الله عليه وسلم – عبادة ليلة خيرا من ألف شهر كانوا يعبدونها .

Dikatakan: “Dahulu, seseorang dikatakan abid (ahli ibadah) hingga ia beribadah kepada Allah selama 1000 bulan: 83 tahun 4 bulan. Maka untuk umat Nabi Muhammad saw, Allah jadikan ibadah semalam saja (di Lailatul Qadr), lebih baik dari seorang abid tersebut.” (Lihat Tafsir al-Qurthubi)

Lebih lanjut Imam Al-Qurthubi mengutip, bahwa Abu Bakr al-Warraq berkata: “Kerajaan nabi Sulaiman as. 500 bulan dan kerajaan Zulkarnain juga 500 bulan. Maka keduanya 1000 bulan lamanya. Kemudian Allah Taala menjadikan amalan di malam tersebut, bagi siapa yg mendapatinya, itu lebih baik dari kedua kerajaan besar tersebut. (Tafsir Al-Qurthubi)

Sehingga, di fase akhir Ramadhan kita ini, menarik merenungi ungkapan Ibnul Jauzi (w.1201) berikut:

إن الخيل إذا شارفت نهاية المضمار بذلت قصارى جهدها لتفوز بالسباق، فلا تكن الخيل أفطن منك! فإن الأعمال بالخواتيم، فإنك إذا لم تحسن الاستقبال لعلك تحسن الوداع…

“Seekor kuda pacu jika sudah berada mendekati garis finish, dia akan mengerahkan seluruh tenaganya agar meraih kemenangan, karena itu, jangan sampai kuda lebih cerdas darimu! Sesungguhnya amalan itu ditentukan oleh penutupnya.. Karena itu, ketika kamu termasuk orang yang tidak baik dalam penyambutan, semoga kamu bisa melakukan yang terbaik saat perpisahan.”

Semoga kita semua diberi taufiq dan kemudahan oleh Allah SWT, bermujahadah, dan memacu diri, bertekad untuk meraih kemenangan Ramadhan, sebagai akhir yang bahagia: menggapai Lailatul Qadr dan meraih predikat taqwa.

Azhari Tammase, pengajar di STIT Hidayatullah Batam

Leave a Comment