Menghidupkan Semangat Pemuda Islam

Menghidupkan Semangat Pemuda Islam
Oleh: Lutfi Putra Mahesa (sem. 8 MPI)

Sembilan puluh empat tahun silam masa di mana Indonesia dalam kekangan kolonial, para pemuda yang tergabung dalam Kongres Pemuda II merumuskan sebuah lompatan besar untuk Indonesia, sebuah mimpi masa depan Indonesia, yaitu Kemerdekan Republik dalam makna semangat persatuan.

Setiap tahun setelah Indonesia merdeka, tanggal 28 Oktober menjadi hari peringatan Sumpah Pemuda, banyak kegiatan dilakukan untuk memperingati momentum bersejarah itu, diantarangnya renungan, seminar, kajian, dan lain-lain yang tentunya bertemakan semangat sumpah pemuda, dengan harapan untuk selalu menjaga dan membangkitkan semangat pemuda Indonesia sekaligus mengenang jasa para pahlawan.

Siapa itu pemuda?

Jika di lihat dari sisi usia, pemuda terbagi ke dalam dua fase yaitu fase puber/remaja berusia antara 10 sampai 21 tahun, dan fase dewasa awal berusia antara 21 sampai 35 tahun. Ir. Soekarno, presiden pertama republik tercinta ini pernah mengatakan: “Berikan aku sepuluh pemuda, maka akan aku guncangkan dunia.”

Lalu bagaimanakah Islam memandang pemuda dan kepemudaan itu?

Dalam Al Qur’an pemuda disebut fatan. Misalnya sebutan Fatan yuqaalu lahu Ibrahim sebutan Nabi Ibrahim muda. Juga sebutan fityatun untuk para pemuda Ashabul Kahfi.

Sedangkan dalam Hadits, pemuda disebut sebagai syaab. Misalnya dalam hadits “Lima Perkara Sebelum Lima Perkara Lainnya”: syabaabaka qabla haramika (masa mudamu sebelum masa tuamu).

Juga dalam hadits “Tujuh Golongan Yang Mendapat Naungan Allah”: syaab nasya-a fii ‘ibadatillah (pemuda yang tumbuh besar dalam ibadah dan taat kepada Allah).

Adapun menurut Mohammad Ramli Ketua STIT Hidayatullah Batam dalam diskusi singkat mengatakan: “Pemuda itu seperti berada di dalam ruang gelap, sehingga bagaimana caranya pemuda itu bisa keluar dari ruang gelap itu, maka perlu ada bimbingan, beda halnya dengan anak-anak, mereka hanya perlu pembiasaan tapi kalau pemuda perlu diskusi dan berdialog, itu secara pemikiran.”

Sehingga pemuda adalah sumber daya manusia yang sangat potensial dalam membangun peradaban bangsa saat ini maupun masa yang akan datang. Maka dapat kita simpulkan pemuda adalah mereka yang memiliki semangat pembaharu dan progresif dalam menyiapkan diri sebagai aset pemimpin dunia.

Memang tidak dapat kita tutupi peran pemuda sangatlah besar dalam membawa perubahan dalam berbangsa dan bernegara yang telah pemuda hasilkan di setiap zamannya. Kebangkitan Islam, kebangkitan nasional, kemerdekaan revolusi, sampai pada titik reformasi semua di pundak pemuda. Maka tidak heran syair Roma Irama berbunyi; “Darah muda darah yang berapi-api.”

Bagi pemuda serasa tidak ada kekolotan dalam kehidupan beragama, bernegara dan berpolitik. Karena pemudalah yang akan meneruskan estafet kepemimpinan bangsa dan Negara. Salah seorang pendiri Hidayatullah Ustadz Hasan Ibrahim menegaskan bicara perjuangan kalau tidak ada generasi kader maka bohong saja karena perjuangan tidak cukup satu generasi tapi bergenerasi.

Dalam sejarah peradaban bangsa, pemuda merupakan aset bangsa yang sangat mahal dan tak ternilai harganya. Kemajuan atau kehancuran bangsa dan negara banyak tergantung pada kaum mudanya sebagai agent of change (agen perubahan). Pada setiap perkembangan dan pergantian peradaban selalu ada darah muda yang meloporinya.

Namun, pemuda Indonesia dewasa ini telah banyak kehilangan jati dirinya, terutama dalam hal wawasan kebangsaan dan patriotisme (cinta tanah air) Indonesia, terlebih lagi dalam pemahaman Agama itu sendiri. Oleh karenanya dibutuhkan adanya re-thinking (pemikiran kembali) dan re-inventing (penemuan kembali) dalam nation character building (pembangunan karakter bangsa) bagi pemuda yang berwawasan kebangsaan dan patriotisme untuk menemukan kembali jati diri bangsa.

Lintas Sejarah

Usamah bin Zaid, di usia 18 tahun telah memimpin pasukan yang anggotanya para pembesar sahabat seperti Abu Bakar dan Umar untuk menghadapi pasukan terbesar dan terkuat di zamannya.

Sa’ad bin Abi Waqqash, di usia 17 tahun, si pemanah hebat pahlawan perang Uhud ia yang pertama kali melontarkan anak panah di jalan Allah. Termasuk dari enam orang ahlus syuro itu karna kecerdasan dan ketajaman akal dari Sa’ad bin Abi Waqqash.

Zaid bin Tsabit, sahabat kecil di usia 13 tahun menjadi salah satu penulis wahyu yang sangat cerdas. Bahkan yang terbaiknya lagi dalam 17 malam mampu menguasai bahasa suryani sehingga menjadi penerjemah Rasulullah Shallallahu’alahi wasallam. Hafal al Qur’an dan ikut serta dalam kodifikasi Al Qur’an.

Atab bin Usaid dengan usia 18 tahun. Sahabat muda yang diangkat oleh Nabi Muhammad Shallallahu’alahi wasallam, sebagai gubernur Makkah pada usia yang sangat muda.

Itulah sedikit rentetan catatan sejarah para pemuda Islam yang memiliki usia belasan tahun namun memiliki kualitas dan kuantitas serta memberi pengaruh begitu besar bagi bangsa, Negara dan Agama.

Belum lagi pemimpin terbaik dan pasukan terbaik yang diramal dalam hadist Nabi yaitu Muhammad Al Fatih dalam usia belia memimpin penaklukan Konstantinopel.

Adapun di masa kontemporer, kita mengenal sosok seperti Hasan Al-Banna, seorang pemuda yang memelopori “al ikhwan al muslimin”, wadah pengkaderan dan pergerakan kepemudaan yang paling berpengaruh di dunia.

Di Indonesia kita lihat, ada Soekarno dan tokoh-tokoh pergerakan pemuda di Indonesia pada zaman pra kemerdekaan. Sebut saja misalnya SDI (Serikat Dagang Indonesia), Budi Utomo, Perhimpunan Indonesia yang dipelopori oleh Muhammad Hatta, Sumpah Pemuda, dan atau Proklamasi Kemerdekaan itu sendiri.

Peran pemuda berikutnya bisa kita lihat pasca kemerdekaan khususunya dalam gerakan mahasiswa di Indonesia tahun 1965 (Tritura), 1974 (Malari), 1978 (Anti NKK/BKK), dan 1998 (meruntuhkan rezim Suharto).

Nah, dunia pemuda adalah tempat di mana penuh dengan tuntutan, sehingga memang problem apapun bentuknya pemudalah yang hanya bisa memikul dan menyelesaikannya. Muncul sebuah tanda tanya besar.

Apa yang kemudian menyebabkan pemuda saat ini kehilangan jati dirinya?

Jika memang arus globalisasi yang menyebabkan pemuda saat ini kehilangan jati dirinya lalu bagaimana sikap kita sebagai orang yang peduli akan pentingnya peran pemuda sebagai aset pemimpin dunia.

Termasuk peran perguruan tinggi dan organisasi kemahasiswaan dapat memberikan jawaban atas problem besar ini. Mari sama-sama kita dudukkan dengan tepat.

Sebab, Pemuda Islam yang hebat adalah dia yang Progresif tapi Beradab. Tidaklah kebangkitan peradaban Islam kecuali berada di beban pundak-pundak para pemuda.

Pemuda adalah kekuatan di antara 2 kelemahan. Kelemahan pertama di saat dia bayi sampai remaja. Kelemahan kedua, secara fisik, pemikiran, dan struktur tubuh yang lainnya itu mengalami kelemahan ketika usianya sudah masuk kakek-Kakek.

*/juara 3 dalam lomba penulisan artikel mahasiswa PTH se Indonesia di Pekan Ilmiah dan Seni STAIL Hidayatullah Surabaya

Leave a Comment