Menjadi Pemimpin untuk Diri Sendiri
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ الله ا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كلكم مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ…”(متفق عليه)
Dari Ibn Umar r.a, bahwasanya ia mendengar Rasulullah saw bersabda: “Kalian semua pemimpin dan kalian semua bertanggung jawab atas apa yang dipimpin (HR. Bukhari-Muslim)
Sebagian manusia menjadikan kalam ini untuk menghukumi dan menjustifikasi pimpinan – pimpinannya. Kalam ini tidak sesederhana itu, sifatnya universal.
Mulailah kita aplikasikan kalam ini ke dalam pribadi kita masing-masing, ya setiap kita pemimpin, kita bertanggung jawab atas indera-indera yang ada dijasmani kita. Kita dapat analogikan indera-indera yang ada di tubuh kita dalam bentuk organisasi sederhana, biar kita dapat menggambarkan secara spesifik bagaimana sistem kerja yang ada ditubuh kita ini.
Kita bisa lebih mudah mengontrol unsur insaniyah pada diri kita. Siapa yang berhak dipilih dari anggota tubuh kita untuk mengetuai anggota tubuh seluruhnya.
Jawabannya adalah hati. Hatilah yang paling berhak dipilih untuk menjadi pemimpin anggota tubuh yang lainnya, karena hati dapat mengatur serta mengontrol anggota tubuh secara menyeluruh.
Dalam sebuah hadis disebutkan, Nu’man bin Basyir r.a berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda:
أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ. (رواه البخاري)
Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging, apabila dia baik maka jasad tersebut akan menjadi baik, dan sebaliknya apabila dia buruk maka jasad tersebut akan menjadi buruk, Ketahuilah segumpal daging tersebut adalah “Qolbu” yaitu hati”. (Hadis Riwayat Bukhori).
Selanjutnya, siapa yang menjadi penggerak utamanya sekaligus perencana kerja? Ya akal, akal yang menjadi penggeraknya.
Akal mempunyai kemampuan untuk berpikir dan bernalar tentang sesuatu yang baik dan buruk, serta akal juga mempunyai kemampuan menggerakkan anggota tubuh yang lainnya, tetapi kerja akal tetap di bawah komando hati.
Setiap tatanan itu pasti ada virus perusaknya.
Apa virus perusak yang ada di jasad kita? Nafsu. Nafsulah yang merusak tubuh kita.
Lalu, apa antivirus untuk tubuh ini?
Adanya unsur ruhani. Itulah antivirus yang mematikan virus-virus yang disebar oleh nafsu tadi.
Anggota tubuh yang lain? Laksana rakyat, apabila sistemnya berjalan lancar maka rakyatnya akan bahagia dan sejahtera.
Itulah yang Allah berikan kepada kita, sebagai manusia untuk dipimpin dan dimintai pertanggung jawaban.
Apabila kita ingin mendapatkan title min ‘ibadillahissholihin, masuk dalam kategori hamba Allah yang sholih maka aturlah pekerjakan sistem-sistem kekuatan dari anggota jasad kita tadi yang telah diberikan oleh Allah Swt tadi. Sehingga nanti dampaknya Allah akan menambah tingkat kekuatan dalam tiap anggota tubuh kita.
Berkaitan dengan pekerjaan ibadah dan menahan diri dari hawa nafsu, melaksanakan amal ibadah merupakan perkara yang mudah, tapi menahan diri dari hawa nafsu sulit.
Juga sabar dalam ketaatan, sekaligus sabar terhadap maksiat.
Ada yang amal ibadahnya banyak, tapi tidak dapat menahan syahwat, tidak dapat mengontrol hawa nafsunya, maka ini perkara yang sia-sia, bagaikan membangun suatu bangunan lalu meruntuhkannya.
Maka daei itu, kita wajib bersabar dari maksiat, wajib mengontrol hawa nafsu kita. Seseorang apabila ruhaniyahnya bagus, hatinya bersih, penglihatan,pendengara, dan penciumannya terjaga maka anggota tubuh yang lain juga akan terjaga baik.
Mari kita realisasikan teori ini dalam kehidupan kita, sampaikan kepada yang lain. Maka tatanan sistem yang lebih besar, seperti tatanan masyarakat misalnya, akan lebih mudah diatur dan berjalan dengan baik apabila tiap individu melaksanakan konsep ini dan tentunya bersabar juga tidak luput dari sabar menghadapi musibah.
Bukankah Allah selalu memerintahkan kita agar selalu sabar terhadap cobaan yang menimpa diri kita, sabar dari menahan nafsu menahan diri agar tidak terjemus dalam kemaksiatan yang akan membuat kita menyesal wahai sang penuntut ilmu.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al’Utsmaimin Rahimullah berkata:
“Menuntut ilmu adalah bagian dari jihad dari jalan Allah karena agama ini bisa terjaga dengan dua hal yaitu dengan ilmu dan berperang (berjihad) dengan senjata.”
Bukankah orang yang berjihad telah dijanjikan Allah bahwa jika ia meninggal dalam keadaan berjihad, maka Allah janjikan Tempat tertinggi baginya.
Lantas, engkau wahai generasi penerus bangsa, engkau menuntut ilmu adalah jihad. Mengapa engkau kotori jihadmu dengan maksiat.
Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau menyimpangkan Hati kami setelah Engkau beri petunjuk. Anugerahkan kepada kami Rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi Anugerah.*/ Anggun Casmi Yati, mahasiswi STIT Hidayatullah Batam semester VI