Mujaharoh: Pamer Dosa Berujung Neraka
Mujaharoh: Pamer Dosa Berujung Neraka
Oleh Riyadhul Janah, Ketua DEMA Putri
Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan dengan berbuat dosa. Ketika berbuat dosa, seorang Muslim harus langsung melakukan taubat dan memohon ampun kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Namun, ada sebagain orang yang justru bangga ketika berbuat dosa.
Dewasa ini, manusia semakin kerap melakukan hal-hal yang diketahuinya sebagai dosa, namun dianggapnya sebagai hal wajar karena banyak yang melakukannya. Bahkan dengan bangganya hal tersebut diumbar dan dibanggakan di hadapan khalayak umum. Seperti pacaran. Padahal sudah sangat jelas bagaimana hukum berpacaran dalam Islam, namun bahkan hukum tersebut hanya sebatas pengetahuan bagi seorang muslim. Karena pada kenyataannya, unggahan di sosial media yang isinya pasangan-pasangan tak halal yang mengumbar kemesraan, bahkan hingga bersentuhan dan melakukan hal tak senonoh.
Bahkan bagi yang jomblo, tak ada kesempatan untuk umbar kemesraan di depan umum, malah dengan bangga mengumbar dosa lainnya seperti nongkrong dan mengkonsumsi khamr, sangat lancar berkata-kata kotor, dan beberapa perbuatan lainnya.
Naudzubillah, padahal Allah sudah menutup aib dan keburukannya, namun dengan bangga malah membuka aibnya di hadapan orang lain. Dalam Islam, orang yang dengan bangga mengumbar dan menceritakan aibnya sendiri disebut mujahirin, dan perbuatannya disebut Muhajaroh.
Lantas apa ganjaran bagi orang-orang seperti di atas?
Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
“Setiap umatku akan mendapatkan ampunan kecuali mujahirin (orang yang terang-terangan berbuat dosa). Dan yang termasuk terang-terangan berbuat dosa adalah seseorang berbuat (dosa) pada malam hari kemudian pada pagi harinya dia menceritakan tadi malam aku telah berbuat begini dan begitu. Sebenarnya pada malam hari Rabb-nya telah menutupi perbuatannya itu tetapi pada pagi harinya dia menyingkap perbuatannya sendiri yang telah ditutupi oleh Allah tersebut.” (HR. Bukhari no. 6069 dalam kitab Fathul Bari dan lafadz ini milik Bukhari dan Riwayat Muslim no. 2990.)
Sungguh berat konsekuensi muhajaroh ini. Bagi seorang muslim, kita dianjurkan untuk menutupi aib saudara sesama muslim. Maka pastilah kita ingin aib dan dosa kita yang lebih dalam dari lautan ini tidak diketahui oleh saudara-saudara kita. Jangan sampai hanya karena ingin terlihat keren dan modern, kita rela berbuat dosa bahkan mengumbarnya kepada saudara dan teman kita.
Astagfirullahal’adzim,, semoga upaya kita untuk bertaubat diterima oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Mari bersama berdoa memohon perlindungan dari kejahatan dan fitnah di dunia dan di akhirat.
Wallahu A’lam Bishawab